Di beberapa kesempatan, seperti saat perayaan hari besar
keagamaan atau acara arisan keluarga besar, seringkali kita baru
menyadari banyaknya jumlah sanak saudara yang kita miliki.
Namun,
tidak sedikit orang yang malah tidak mengenali anggota keluarga besarnya
sendiri. Alasannya pun bermacam-macam; akibat tidak pernah bertemu,
akibat terpisah jarak, atau mungkin sejak awal tidak pernah
diperkenalkan oleh orang tua mereka.
Di Jawa, ada istilah “Aja nganti kepaten obor”
(jangan sampai apinya padam). Jargon tersebut diungkapkan ketika hendak
membangun ikatan silaturahmi dengan kerabat atau saudara, bahkan yang
jarang kita temui sekalipun.
Paling tidak, dengan mengenal anggota
keluarga besar, Anda dapat bertegur sapa saat tidak sengaja bertemu di
jalan, atau tahu harus mencari siapa saat membutuhkan bantuan di tempat
yang belum pernah Anda kunjungi sebelumnya.
Di situlah pentingnya
pemahaman tentang silsilah keluarga, khususnya bagi generasi muda dalam
wangsa atau dinasti atau trah Anda. Pasalnya, saat ini semakin banyak
anak muda yang sudah ‘putus pertalian’ dengan generasi yang lebih tua
atau saudara jauhnya.
Lantas, bagaimana caranya menelusuri
silsilah keluarga? Apa manfaat yang bisa diperoleh? Mengapa kita
membutuhkan pengetahuan yang mumpuni tentang jejak keturunan keluarga
besar kita?
Psikolog Klinik Terpadu Universitas Indonesia Depok
Ratih Zulhaqqi menegaskan pengenalan silsilah keluarga sangat krusial
bagi anak atau generasi muda. Sebab, keluarga adalah tempat pertama di
mana setiap individu belajar tentang apapun.
Keluarga juga
merupakan tempat di mana setiap orang kembali ketika mereka menemui
kesulitan. Oleh karena itu, pengenalan silsilah keluarga harus dilakukan
oleh orang-orang dewasa kepada anak-anak mereka sejak kecil.
Secara
manfaat, pengenalan silsilah keluarga akan membuka jendela pengetahuan
individu tentang nilai-nilai hidup maupun tradisi yang dipupuk di dalam
wangsa mereka. Nilai-nilai tersebut lantas dicerna dan dimaknai untuk
diaplikasikan ke dalam kehidupan. “Misalnya, satu keluarga
menganut adat Jawa. Saat seseorang tidak mengenal keluarga besarnya, dia
akan kesulitan mengaplikasikan value dalam keluarganya. Padahal, value itu penting sekali agar kehidupan seseorang menjadi lebih terarah,” jelasnya.
Minimnya
pengetahuan akan silsilah keluarga juga berdampak pada lemahnya relasi
yang terjalin antarindividu di dalam keluarga besar. Padahal, ikatan
kekerabatan sangat penting untuk memperkaya jaringan dan lingkar
hubungan dalam kehidupan sosial seseorang. Khusus untuk anak,
ketidaktahuan akan silsilah keluarga dapat berimbas secara tidak
langsung terhadap kestabilan psikologis mereka. Semakin sedikit personel
keluarga besar yang dikenal, semakin minim pula pertautan kasih sayang
yang dimiliki seorang anak. “Keluarga itu kan menjadi
sumber suplai kasih sayang. Jadi, kalau semakin sedikit keluarga yang
dia kenal, pasti suplai kasih sayangnya pun semakin sedikit. Nah, ini pasti akan memengaruhi keseimbangan dia secara psikologis.”
Dia
mencontohkan jika seorang anak sulit terbuka pada orang tuanya, tapi
dia juga tidak mengenal sepupu, paman/bibi, atau saudara jauhnya, maka
dia tidak punya tempat lagi yang dapat dijadikan sebagai wadah curahan
hati. Ratih mengatakan orang tua memang seharusnya menjadi pagar
utama dalam pengenalan generasi muda terhadap silsilah keluarganya.
Tujuannya, agar anak tidak merasa canggung atau asing di tengah keluarga
besarnya sendiri.
Namun, di kota-kota besar seperti Jakarta,
waktu kerap menjadi kendala bagi orang tua untuk mensosialisasikan
anggota keluarga besar kepada anak-anak mereka. Kebanyakan orang tua di
kota-kota sibuk menghabiskan waktunya di luar rumah.
“Jangankan
mengenalkan ke keluarga besar, untuk berinteraksi dengan anak saja
kadang-kadang mereka minim sekali. Saat akhir pekan pun lebih banyak
digunakan untuk me time atau istirahat karena sudah terlalu lelah bekerja.” Guna
mengatasi hal tersebut, dia menyarankan agar sarana media sosial
dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk meningkatkan intensitas komunikasi
antarkeluarga. Salah satu tipsnya adalah dengan membentuk ‘grup
keluarga’ melalui aplikasi komunikasi.
Cara lainnya adalah dengan
saling berkirim surat. Meskipun metode tersebut terbilang cukup
ketinggalan zaman, Ratih percaya surat-menyurat dapat menjadi sarana
mengekspresikan hal-hal yang mungkin tidak dapat terucap secara verbal. “Selain
itu, setiap keluarga sepertinya harus punya buku silsilah yang terus
diperbarui dan dilanjutkan kepada generasi mudanya. Sehingga, mereka
tahu siapa kakek buyutnya dan sebagainya. Jadi, semacam primbon,”
tuturnya.
Meskipun membuat buku silsilah keluarga terbilang tidak mudah, saat ini sudah banyak aplikasi digital
genogram yang mempermudah pembuatan pohon keluarga. Jadi, mari kita saling mengenal keluarga besar kita sebelum terlambat! (Sumber :
lifestyle.bisnis.com)